
Ia lantas menyarankan agar Kementerian Keuangan harus
mengambil alih peran Pusat Pemulihan Aset (PPA) yang ada di Kejaksaan Agung.
"Pengambilalihan tersebut adalah langkah konkrit. Karena melalui pemulihan
aset, maka defisit anggaran akan teratasi. PPA juga ditingkatkan menjadi Badan
Pemulihan Aset," kata Akbar di Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Akbar beralasan, peran PPA di era Jaksa Agung Basrief
Arief mampu mengoptimalkan penerimaan PNBP hingga Rp3,5 triliun. "Melalui
Badan Pemulihan Aset, Kemenkeu bisa menginventarisir serta menelusuri aset-aset
hasil kejahatan yang ada di luar negeri, terutama nanti saat tax amnesty
selesai di tahun 2017 ataupun melakukan pendampingan dalam pencapaian PNBP di
tiap Kementerian atau Lembaga setingkatnya serta memulihkan aset Negara yang
mangkrak selama ini," jelasnya.
"Tentunya hal tersebut dapat membawa angin segar
bagi kepemimpinan Presiden Jokowi. Kalau utang lagi, sampai tujuh turunan cucu
anak bangsa ini tidak akan lunas-lunas. Maka diperlukan terobosan yang
berintegritas melalui Badan Pemulihan Aset tersebut," urainya.
Dirinya pun lantas mewanti-wanti jika Badan Pemulihan
Aset ini berdiri di Kemenkeu. "Karena pasti banyak pihak-pihak yang
menghambat dengan upaya pemulihan aset tersebut. Disinilah peran pimpinan yang
memiliki visi misi meningkatkan penerimaan anggaran negara ketimbang urusan
kantong pribadi atau kelompok diuji," imbuhnya seraya menambahkan jika BPA
juga mampu men-tracing aset atau hasil kejahatan kasus narkoba.
Terpisah, pengamat kebijakan publik Yanuar Wijanarko
menyatakan efek pemerintah yang berencana mengambil pinjaman ke luar negeri
akan berdampak pada elektabilitas Jokowi di 2019 nanti. "Oleh karena itu
kehadiran Badan Pemulihan Aset (BPA) di Kementerian Keuangan sangat penting.
Kondisi keuangan negara saat ini membuat kehadiran BPA sangat dibutuhkan,"
ungkap Yanuar.
"Jika pemerintah ambil utang luar negeri, maka
rakyat akan menanggung semua akibatnya. Bukan Presidennya dan
menteri-menterinya. Karena banyak kepentingan dibalik pengambilan utang
tersebut," tandasnya. (IJW)
No comments:
Post a Comment