Jakarta, ZONASATU - Kesaktian
Pancasila sering didengungkan sebagai bukti keteguhan falsafah negara ini dalam
menghadapi upaya ancaman penggantian ideologi negara. Padahal Pancasila
sakti bukan karena ia mampu menolak berbagai ideologi yang mengancam, tetapi
kesaktian Pancasila ini karena ia
menjadi bagian integral yang telah melindungi keragaman dan sesuai dengan
identitas bangsa, sehingga
ideologi lain seperti Komunisme ataupun Khilafah menjadi
tertolak.
Ideologi seperti
Komunisme
yang pada mulanya ingin memperjuangkan kelompok proletar dan kaum tertindas
direduksi menjadi ideologi keras yang bertentangan dengan Pancasila yang
berketuhanan. Begitu pula Khilafah sebagai
model kepemimpinan dalam Islam yang menerapkan Syariah direduksi menjadi
ideologi kekuasaan yang ingin memberangus keragaman dan kebinnekaan yang
bertentangan dengan Pancasila.
Peneliti senior dari
Pusat Penelitian Politik Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. R. Siti
Zuhro, MA, Ph.D, mengatakan bahwa jika ingin
Pancasila membumi maka bangsa ini memerlukan panutan-panutan yang dicermikan
oleh para tokoh elit nasional hinga tokoh-tokoh di daerah.
“Karena tidak
mungkin Indonesia dibangun tanpa Pancasila. Karakter Pancasila itu adalah
karakter kita, nafas kita, roh kita,
ideologi kita. Kalau itu ditinggalkan, ya kita akan membangun nilai-nilai baru
yang tidak jelas itu, sehingga masuklah infiltrasi
ideologi-ideologi lain yang menjanjikan seolah-olah akan menjadikan Indonesia
lebih baik, baik itu nanti Islam yang tadi disebut Khilafah maupun Komunisme,
yang sudah jelas-jelas komunisme adalah kita larang,” ujar Prof. R. Siti
Zuhro, MA, Ph.D, di Jakarta, Rabu
(25/9/2019).
Lebih lanjut,
Siti Zuhro mengatakan bahwa tidaklah perlu kita
menyebut-nyebut, ‘saya Pancasila, saya Indonesia’. Tetapi yang diperlukan adalah bagaimana kita sebagai
warga negara Indonesia ini bisa menghayati, ,mengimplementasi dan
mengkongkritkan Pancasila itu dalam kehidupan dan keseharian kita.
“Itulah
nilai-nilai lokal yang harus kita kedepankan kembali, karena tidak ada bangsa
yang besar tanpa mengedepankan nilai-nilai nya sendiri. Karena kita orang
Indonesia dengan Pancasila, dengan Bhinneka Tunggal Ika kita, dengan keyakinan
pada NKRI dan mengacu pada konstitusi yang disebut dengan Undang-Undang Dasar
1945.” tutur. peraih
gelar Doktoral Ilmu Politik dari Curtin University Australia ini.
Agar para generasi
muda yang masih mengenyam pendidikan tidak mudah tersusupi paham-paham seperti khilafah ataupun Komunisme, wanita yang biasa
disapa Wiwieq itu mengatakan, sejatinya lembaga-lembaga pendidikan juga berkewajiban menyampaikan kepada anak didiknya bahwa
Indonesia memiliki konsensus dasar yang sangat wajib dan tidak bisa ditawar-tawar
lagi yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Yang
mana empat konsensus tersebut sangat wajib diikuti dan dipatuhi dan tidak bisa
ditawar lagi.
Sehingga para pendidik pun juga tidak hanya sekedar mengajarkan
atau mengatakan, ‘Ada bahaya, Islam radikal , ada PKI atau komunis, bahaya
komunis dan sebagainya’. Karena siapapun
yang menjadi warga negara Indonesia, maka dia wajib menerima itu.
“Sehingga
sebagai warga negara kita punya ownership,
kita punya rasa memiliki sebagai warga negara. Kita punya hak dan kewajiban,”
ujar wanita kelahiran
Blitar, 7 November 1958 tersebut..
Oleh karena itu
menurutnya, ketika ada transfer pengetahuan seperti itu, harus disampaikan
bahwa tidak ada ideologi lain selain Pancasila untuk warga negara Indonesia. Dan hal tersebut sebetulnya harus diemban para tenaga pendidik dengan memadai, dengan penuh tanggung jawab
moral.
“Tidak hanya
oleh para pengajar tetapi juga oleh para pengurus lembaga negara juga. Mau
tidak mau mereka harus mengemban itu. Karena mereka ini adalah role model,
panutan. Role model itu panutan yang patut dijadikan acuan bagi warga
masyarakat untuk dicontoh dan diteladani,”
kata peraih MIPI Awards 2014 kategori Ilmuwan Pemerintahan itu.
Tak hanya itu, menurutnya jika ada yang menyebarkan ideologi
keras itu sudah masuk ranah pidana. Karena hal itu dilarang secara hukum.
“Karena ini merongrong bangsa kita, merongrong kedaulatan negara kita. Siapapun
itu, tanpa pandang bulu harus diberikan penalti setimpal. Karena sebenanrya itu
sudah masuk kategori makar meskipun tidak harus pakai bala tentara dan
persenjataan yang luar biasa.” Kata peraih Satyalancana Karya Satya X tahun
1999 dan XX tahun 2009 itu.
Untuk itu alumni Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Jember ini mengingatkan kepada semua masyarakat
di semua lapisan baik yang bawah, menengah maupun atas itu untuk betul-betul
mampu memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila sebagai upaya umntuk
membentengi diri dan lingkungan sekitarnya agar tidak mudah terpengaruh
ideologi lain .
“Akhirnya, yang kita
butuhkan lagi adalah munculnya sosok-sosok yang bisa meneladani nilai-nilai
Pancasila. Kita berharap sekali munculnya teladan-teladan dari semua
tokoh-tokoh elite, pemuka agama, pemuka adat, lalu elite nasional, elite
regional, elite lokal dan seterusnya. Jadi bukan hanya seruan yang klise. Kalau
mereka semua bisa merefleksikan Pancasila, maka ideologi-ideologi seperti
Khilafah dan Komunisme akan tertolak
dengan sendirinya.” ujarnya mengakhiri.
Editor | : Adri Irianto |
Foto | : - |
Sumber | : - |
No comments:
Post a comment