Jakarta, ZONASATU - Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 telah menjadi salah satu tonggak utama yang mendorong pergerakan
kemerdekaan Indonesia. Pemuda dari berbagai suku, etnis, bahasa dan agama
bersatu mengikrarkan diri untuk mengimpikan suatu negara yang berdaulat bernama
Indonesia, meleburkan kebanggaan primordialisme dan fanatisme
kelompok dalam semangat nasionalisme.
“Sebagai upaya untuk
membangun nasionalisme dan melawan radikalisme. Saya mau mengatakan dan
mengigatkan bahwa ketika kita belum merdeka, pemuda-pemuda kita yang nasionalismenya
tinggi itu mencoba untuk mempersatukan bangsa ini untuk menjadi satu nation. Dengan
semangat yang ada, mereka menjadikan itu menjadi suatu karya, suatu perjuangan,
suatu kerja sehingga melahirkan kemerdekaan yang tentunya bukan begitu saja dengan
mudah didapatkan,” ujar Deputi bidang Pemberdayaan Pemuda di Kementerian Pemuda
dan Olahraga (Kemenpora) Prof. Dr. Faisal Abdullah, S.H., M.Si., DFM, di
Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Karena itu
menurut Faisal, pemuda harus memiliki semangat bernegara, punya cita-cita dan
punya tujuan yang sama agar tidak mudah terpengaruh iming-iming ideologi lain.
Meskipun sekarang ini dimensinya sudah berbeda tidak lagi melawan penjajah
tetapi eksitensinya harus tetap dijaga bahwa semangat sumpah pemuda adalah
semangat kita sebagai suatu bangsa.
“Sehingga cara
agar kita tidak teralihkan dengan suatu pikiran yang berbeda dengan apa yang
kita perjuangkan dulu, kita harus tutup jalan untuk adanya ajaran-ajaran yang lain
dan harus dikatakan bahwa itu tidak betul. Harus kita perhatikan dan resapi bahwa
orang tua serta nenek moyang kita dahulu telah berjuang dengan mengorbankan nyawanya
hanya untuk berdirinya NKRI,” tutur pria kelahira Pare-Pare 24 Juni 1963
tersebut.
Lebih lanjut
Faisal mengatakan bahwa para pemuda harus membangun kultur yang tidak terputus
dengan semangat yang digelorakan pada tahun 1928 itu. Hal ini agar pikiran para
pemuda ini tidak diubah hanya karena adanya paham-paham baru yang muncul saat
ini.. Selain itu menurutnya, hal ini
sebagai upaya bersama dari para pemuda Indonesia untuk melawan
radikalisme yang dapat merusak persatuan bangsa Indonesia ini
“Maksud saya, anak-anak
muda sekarang ini harus diarahkan dan tetap on
the track guna membangun bangsa ini untuk menjadi lebih besar. Apalagi dengan
cita-cita 100 tahun Indonesia merdeka, kita sudah bisa mendapatkan sesuatu yang
sangat berharga dan bernilai bagi kita semua. Itu tentunya juga menjadi cita-cita
para pendiri bangsa kita dahulu,” kata pria yang juga Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu.
Faisal juga
menyampaikan bahwa pemahaman kita semua tentang Pancasila, UUD 1945 dan
kebhinekaan harus sama. Karenanya lembaga seperti Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP) juga sangat berperan penting untuk memberikan pemahaman itu
semua ke seluruh masyarakat Indonesia termasuk para generasi muda agar tidak
mudah terpengaruh paham radikalisme yang bisa berujung pada mengubah ideologi
bangsa yang sengaja disebarkan oleh kelompok-kelompo yang tidak bertanggung
jawab. Karena jika hal tersebut dibiarkan, tentunya akan membahayakan
kelangsung hidup bangsa Indonesia inii
“Jadi memberikan
pendidikan tentang Pancasila dan kebhinekaan kepada seluruh masyarakat dan juga
kepada anak-anak adalah suatu hal yang hilang pada saat ini. Kalau ada orang
yang mengatakan perlu wajib militer bagi saya tidak usah wajib militer, tetapi bagaimana
pendidikan Pancasila itu harus di masyarakatkan kembali, dibumikan lagi tentunya
dengan pendekatan yang sesuai dengan umur. Tentunya itu yang harus dilakukan,”
ungkap Faisal.
Faisal juga mengatakan
bahwa salah satu akar masalah penyebab timbulnya radikalisme di negara ini
adalah kemiskinan. Oleh karena itu perlu adanya kegiatan yang positif bagi
masyarakat dan para pemuda, seperti social
worker atau pekerja ekonomi.
“Boleh dikatakan
radikalisme ini sebenarnya dia bukan awal. Tetapi salah satunya dia efek dari pengangguran.
Hal-hal seperti itulah yang bisa menjadikan tumbuh kembangnya radikalisme itu
sendiri,” ujarnya.
“Selain itu
penting juga memiliki pendidikan bela negara. Sehingga ada pendidikan yang benar-benar
untuk memberi pemahaman kebangsaan kepada pemuda kita, sehigga pemuda kita tidak
mudah untuk disusupi oleh paham-paham yang menjurus ke radikalisme negatif
seperti anti tehadap Pancasila, anti terhadap NKRI ataupun anti kebhinekaan
yang kita miliki ini,” ujarnya mengakhiri.
Editor | : Adri Irianto |
Foto | : - |
Sumber | : - |
No comments:
Post a comment