Jakarta, ZONASATU - Pengamat Hukum Internasional, Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, Ph.D, meminta kepada masyarakat Indonesia untuk menjadikan masalah eks Warga Negara Indonesia (WNI) yang bergabung menjadi anggota terorisme ISIS sebagai pelajaran penting agar tidak mudah termakan bujuk rayu dan propaganda dari kelompok radikal terorisme ketika ada ajakan untuk hijrah ke negeri Khilafah
“Saya berharap
bahwa masyarakat kita ini benar-benar paham betul bahwa adanya iming-iming untuk hidup lebih baik, lalu bisa
masuk surga itu ternyata tidak benar. Bahwa urusan masuk surga itu tentunya keputusan
dari Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, Ph.D di Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Menurut
Hikmahanto, sebagai Warga Negara
Indonesia tentunya harus bisa mensyukuri dengan apa yang sudah dapatkan
sekarang ini. Dimana kondisi negara yang penuh keragaman seperti ini, masyarkat
bisa hidup dengan damai, sehingga masyarakat tidak perlu lagi untuk kemudian
berpikir untuk berhijrah dan lain sebagainya.
“Karena toh
akhirnya yang kita lihat sekarang ini bahwa ISIS itu sudah tidak ada apa-apanya
lagi. Jadi mudah-mudahan masyarakat tidak mudah tergoda dan terus menjadi Warga
Negara Indonesia yang baik, bisa menjaga perdamaian, jangan kemudian
bersentuhan dengan hal-hal yang berkaitan dengan terorisme,” ujar pria yang
juga Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia
(UI) ini.
Untuk itu
dirinya meminta kepada masyarakat untuk bisa memperkuat resilience (ketahanan) agar tidak mudah percaya terhadap propaganda
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang menentang terhadap ideologi bangsa
ini dengann cara mencerna secara baik dan menggunakan logika yang benar terkait berbagai cerita
manis ajakan untuk hijarah ke negeri lain.
Masyarakat harus
punya resiliemce. Harus bisa melihat
secara jernih apakah cerita manis tersebut realistis atau tidak. Apa untung dan
ruginya. Bila perlu masyarakat juga berkonsultasikan ke orang yang lebih tahu
dan bisa dipercaya misalnya kepada tokoh
agama atau ustad bahkan lebih penting lagi juga menayakan ke aparat pemerintah
maupun aparat hukum,” ujarperaih British
Achieving Award dari Pemerintah Inggris ini..
Selain itu
menurutnya seluruh komponen pemerintah juga harus ikut berperan aktif untuk
menguatkan resilience masyarakat. “Pemerintah mungkin melalui BNPT (Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme) juga harus mengencarkan soasialisasi ke
masyarakat bahwa menjadi Warga Negara Indonesia ini adalah sebuah kebanggaan,”
ujar anggota kelompok ahli BNPT bidang Hukum Internasional ini.
Terkait isu berita
wacana pemulangan eks WNI yang sebelumnya gencar diberitakan, Hikmahanto
mengatakan bahwa landasan negara untuk menyikapi kebijakan untuk memulangkan
atau tidaknya tentu didasarkan terhadap mereka mereka yang bergabung pada ISIS
ini merupakan WNI atau bukan. Karena kalau bukan WNI lagi, tentunya tidak ada
kewajiban bagi pemerintah untuk memulangkan.
Karena menurut
Undang-Undang No.12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan
turunannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 sudah disebutkan
bahwa, seseorang itu bisa secara otomatis kehilangan kewarganegaraan apabila
memenuhi beberapa kualifikasi.
“Ada dua
kualifikasi yang utama. Pertama, dalam pasal 23 huruf d adalah kalau mereka
ikut di dalam dinas tentara asing. Di situ bukan disebut negara. Jadi ikut
tentara asing. Yang dimaksud tentara asing ini bisa pemberontak mungkin dan
lain sebagainya,” ujar peraih Doktoral dari Universitas Nottingham, Inggris ini.
Selanjutnya yang
kedua menurutnya, sesuai dengan pada
pasal 23 huruf f adalah apabila mereka mengangkat sumpah untuk setia pada
sebuah negara atau bagian dari negara. Dan menururtnya jika ISIS ini merupakan
pemberontak dan merupakan bagian dari negara serta eks. WNI itu sudah melakukan
Sumpah Setia, maka mereka sudah kehilangan kewarganegaraan.
“Atas dasar ini
kalau mereka kehilangan kewarganegaraan maka tentu mereka sudah tidak lagi
menjadi kewajiban Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan mereka ataupun
melindungi mereka. Tidak ada itu,” ujar pria kelahiran Jakarta, 23 November 1965
ini menegaskan.
Lalu menurutnya,
ada pihak yang mengatakan bagaimana dengan anak, karena anak itu tidak punya
kuasa ketika orang tuanya mau pergi ke Suriah. Namun permasalahannya adalah apakah anak ini ikut
dalam dinas perang tentara atau tidak. Karena
biasanya di kelompok teroris ini, pada usia yang sangat belia mereka ikut dan
mereka ini sudah di brainwash (cuci otak).
“Nah kita harus tahu terlebih dahulu seberapa
terpapar anak-anak ini. Belum lagi kalau anak ini harus kembali ke Indonesia,
sementara orang tuanya tidak dikembalikan. Berarti anak itu nanti bisa merasa
bahwa dia dipisahkan secara paksa oleh pemerintah dalam hal ini pemerintah
Indonesia. Tentunya itu nantinya akan memunculkan dendam dan yang pasti
nantinya juga akan menyulitkan pemerintah sendiri,” katanya.
Hikmahanto juga
menegaskan kalau Indonesia tidak melanggar Hak Kemanusiaan dan Hak
Kewarganegaraan ketika menolak untuk memulangakn eks.WNI anggota ISIS tersebut. Hal ini dikarenakan mereka
sudah bukan WNI lagi. Lalu apa dasar
kemanusiaan yang dipakai ketika mereka mereka yang tergabung dalam ISIS itu melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdosa.
“Kalau saya
perhatikan bahwa alasan kemanusiaan itu akan berakhir ketika keselamatan dari
bangsa dan negara itu sudah mulai muncul. Kita harus tahu bahwa kalau misalnya
mereka kembali dan kita tidak bisa menanggulangi penyebaran paham idiologi dari
ISIS ini, nanti ujungnya akan mengganggu
keselamatan dari bangsa ini sendiri,” ujar mantan Dekan Fakultas Hukum UI ini
Peraih gelar
Master Hukum Internasional dari Keio University, Jepang ini juga mengatakan
dampak lain juga harus dipikirkan pemerintah jika telah mengambil keputusan
untuk tidak memulangakan WNI ini.Yang salah satunya juga harus memperketat
perbatasan yang bisa menjadi pintu masuk.
“Pemerintah
mengambil kebijakan tidak memulangkan mereka ini tentunya sudah benar dan kita
sebenarnya perlu waspada di tempat pemeriksaan imigrasi. Tapi saya yakin mereka
mereka itu kan jauh dari Indonesia. Tentunya mereka harus memakai pesawat terbang,
sehingga kita agak lebih tenang untuk tidak menerima mereka kalau misalnya
mereka datang sendiri.
Namun lain
halnya kalau mereka melakukan cara-cara lainyang akhirnya mereka mampu untuk
keluar dari Syria atau dari Irak terus kemudian masuk ke Indonesia. “Nah kalau
misalnya mereka nantinya ketahuan ya tentunya mereka harus menghadapi proses
hukum dan lain sebagainya di Indonesia,” ujar Hikmahanto mengakhiri
Seperti diketahui, ketika ‘Khilafah’ telah hilang, kini eks WNI itu berharap untuk bisa kembali pulang ke Indonesia. Namun Pemerintah RI pada Selasa (11/2/20200 kemarin telah memutuskan untuk tidak memulangkan eks. WNI-nya yang ada di Suriah tersebut.
Editor | : Adri Irianto |
Foto | : - |
Sumber | : - |
No comments:
Post a comment